Tuesday, November 2, 2010

Seputar JakCard

Pada hari Senin, 8 November 2010 kemarin, sepulang jam kantor gw bingung dan mikir, "Mau ngapain ya enaknya?" Well, daripada gak ada kerjaan dan cuma nongkrong di atrium  doang (serem ntar ditawar om-om), gw pun menuju tempat gym di mana gw jadi member di situ. Gw melakukan kegiatan yang sama² mengeluarkan keringat dan tenaga, yaitu... mandi doang.

Setelah mandi yang gak nyampai satu jam (buset, mandi apa luluran tuh?) gw otomatis pulang dong naik bus Transjakarta dengan berjalan kaki dari tempat gym ke halte bus transjakarta terdekat.

Sampai di halte, gw melihat petugas bus Transjakarta yang menjajakan kartu berwarna merah bertuliskan JakCard. Sebenarnya gw tahu itu semacam kartu debit yang digunakan untuk membeli tiket bus Transjakarta. Belakangan gw baru tahu kalau kalau kartu ini bisa juga digunakan untuk membeli tiket kereta, taksi, dan belanja di merchant yang telah bekerja sama dengan bank DKI Jakarta.

Gw pun berniat membeli, tetapi karena waktu itu masih jam pulang kantor, dan antreannya panjang  gw memutuskan untuk membelinya di halte bus Transjakarta yang dekat dengan kost gw. Gw mikirnya pasti gak seramai di halte bus ini. Ternyata benar.

Cukup terjangkau juga, harganya cuma Rp. 25.000 (sudah termasuk saldo Rp. 20.000 di dalamnya). Namun yang disayangkan adalah harga voucher isi ulangnya sama dengan nominalnya. Dengan merogoh kocek Rp. 25.000, Rp 50.000, Rp. 100.000 kita akan mendapat tambahan saldo ya senilai uang yang kita bayarkan. Jangan dibandingkan dengan mengisi isi ulang pulsa HP di mana dengan nominal Rp 100.000 bisa kita beli dengan harga -katakanlah- cuma Rp 98.000 saja. Tempat pengisian tidak melulu di halte bus transjakarta. Di Indomart juga bisa. Hanya saja kalau di Indomart pengisiannya minimal Rp. 50.000.

Kelemahan yang lain dari kartu JakCard ini adalah kita harus mengingat saldo yang tersisa di dalamnya. Dan itu baru bisa kita ketahui di saat kita membeli tiket. Sayangnya tidak ada semacam sistem yang memungkinkan kita mengetahui sisa saldo, misalnya dengan memasukkan nomor kartu ke alamat situs tertentu begitu. Kelemahan yang lain adalah kadang-kadang ada halte tertentu yang tidak siap dengan alatnya. Seperti contohnya di halte Bunderan Senayan pada tanggal 10 November, petugas bus Transja menolak penggunaan kartu karena alatnya tidak siap. Ini adalah contoh failed.

Kelemahan yang lain lagi? Ada.

Kalau kita membeli -let say- dua tiket katakanlah. Berarti kita harus mendekatkan kartu JakCard sebanyak dua kali juga. Bagaimana kalau kita membeli sepuluh tiket? Ya sepuluh kali mendekatkan ke alat khusus itu. Hadeuhhhh. 

Kembali ke cerita gw. setelah membeli, kartu itu tidak gw pakai hari itu juga. Gw baru memakainya satu hari sesudahnya setelah selesai ngegym (kali ini ngegym beneran). Ternyata kita harus mendekatkan kartunya pada semacam alat yang sama kalau kita menggunakan kartu flash BCA. Cukup simpel.

Meski simpel, gw pun pernah bermasalah dengan kartu ini. Bahkan gw sampai berani menuliskannya di Surat Pembaca. Gw udah siap-siap bikin rencana penggalangan koin weky jika senasib dengan prita.

Yang pasti akan membuat orang yang antre di belakang kita berdecak kagum. Itu intinya.


Sent from Stratus® powered by 

4 comments:

  1. Saya juga punya.. hihi

    Seandainya kalo punya jakcard dapat diskon atau priviledge lebih, pasti yang beli kartu ini akan lebih banyak. mengurangi antrian juga jadinya.. :D

    ReplyDelete
  2. Sayangnya ga ada alat bwt ngecek sisa saldo... Klo qt inget saldo klo ga inget!

    ReplyDelete
  3. Om, ini ada app android buat cek uang elektronik termasuk jakcard pakai NFC, nama appnya eSaldo Info. Lumayan buat konten. :)

    ReplyDelete